Minggu, 15 November 2015

Ibu..maafkan Anakmu.. – Part 3

Tidak terasa sudah setahun lamanya aku terjebak dalam obsesiku ini. Di usianya yang sudah menyentuh angka 53 ibuku juga sudah mulai nampak keriput dan beberapa helai uban dikepalanya. Wajahnya ayu (bukan cantik) sangat keibuan, Erni sulistiawati nama lengkap ibuku, tubuhnya sudah agak sedikit berlemak tapi tidak gemuk. Buat orang seusiaku jenis wanita seperti ibuku tentu bukanlah hal yang menarik, tapi tidak bagiku, aku tidak memandangnya secara fisik utuh, maksudku penilaianku bukan mutlak secara fisik, karena aku juga menyadari untuk usia ibuku bukan lagi kecantikan yang jadi pokok utama. Aku menyadari betul dia adalah ibuku yang 22 tahun lalu melahirkanku dari lubang vaginanya. Pertalian darah yang dimana dahulu aku tumbuh dalam rahimnya, setelah lahir aku meminum susu dari kedua payudaranya hingga kini aku tumbuh dewasa dan pada akhirnya justru aku malah memiliki keinginan untuk merasakan bagaimana aku menyetubuhi lubang vaginanya dan menumpahkan sperma kedalam rahimnya. Kenyataan tersebutlah yang makin memicu gairahku. Antara tabu dan rasa sensasi yang berbeda.
Kisahku tentang aktifitas didalam kamar dan kamar mandi rasanya tidak perlu lagi diulang atau diperjelas, disini aku hanya akan mengurai peristiwa yang menjadi moment baru yang kualami semenjak awal pertama aku bertingkah mesum terhadap ibuku.
Malam itu seperti biasa ibuku menonton sinetron religi kesukaannya di salah satu stasiun tv swasta. Beliau memang sangat menyukai acara tersebut, sementara aku lebih memilih untuk chatting dengan teman-temanku lewat hp dikamar. Ruang kamarku menghadap langsung ruang tv, terkadang aku menonton tv dari kamarku karena letaknya memang menghadap ke arah kamarku.
Karena asik ngobrol di chatting tidak terasa jam menunjukkan pukul 11 malam, aku lihat nampak ibu juga sudah tertidur didepan tv. Aku semula bermaksud membangunkan ibu supaya pindah ke kamar, namun sialnya justru ibu tidur terlentang dengan sebelah kaki menekuk keatas, otomatis paha ibu terlihat jelas dimataku. Aku bimbang, seketika gairahku langsung tinggi. Lampu kamar aku matikan, dan aku lihat ke arah paha ibuku sambil meremas-remas penisku. Jarak antara aku dan ibuku hanya beberapa meter saja dan ini sudah cukup menegangkan rasanya bagiku. Tanpa sadar aku keluarkan batang penisku dan kuremas sambil kuusap diujungnya. Aku tidak menurunkan seluruh celanaku, aku tetap waspada manakal setiap saat ibuku terbangun aku tinggal tarik kembali celanaku., namun nyatanya ibu masih tetap tidur.
Lama kelamaan aku tidak sanggup lagi menahan aliran sperma yang ingin keluar, saat itu juga aku muncratkan spermaku di lantai kamarku, aku sedikit menahan nafas dan menjaga agar suara gesekan penis dan tanganku tidak terdengar. Banyak sekali spermaku yang tumpah di lantai, dengan cepat aku ambil tisu dan membersihkannya. Ada perasaan aneh dan tidak nyaman sama sekali manakala aku berhasil orgasme, penyebabnya adalah memang aku merasa bersalah yang sebelumnya hanya ada nafsu.
Setelah itu aku matikan tv dan membangunkan ibu untuk pindah ke kamar. Malam itu aku berhasil menuntaskan, bahkan langsung berhadapan dengan objek onani yang selama ini hanya bisa aku bayangkan.
Hari hari berikutnya aku mulai berpikir bahwa kesempatan terbaik dan paling memacu adrenalin adalah pada saat ibuku tidur. Sempat terpikir juga untuk memberi obat tidur pada ibuku, kebetulan aku mengetahui beberapa jenis obat tidur yang aman dikonsumsi seperti Ambien CR atau Stilnox, tapi hal tersebut urung kulakukan.
Suatu malam hujan turun dengan sangat deras, biasanya kalau sudah hujan begini pasti listrik padam. Benar saja baru setengah jam hujan listrik sudah gelap. Aku nyalakan lilin disetiap sudut ruangan. Karena tidak ada kerjaan akhirnya aku dan ibuku ngobrol di ruang tv sambil tidur-tiduran. Banyak hal yang kami bicarakan sampai akhirnya tidak sadar aku tertidur. Aku terbangun 2 jam kemudian karena ingin buang air kecil. Hujan masih turun deras dan listrik juga belum kunjung menyala.
Ketika aku kembali hendak tidur aku lihat ibuku masih tertidur didepan ruang tv dengan posisi telentang. Ibuku mengenakan kaos dan sarung dibawahnya. Aku langsung masuk kamar untuk melanjutkan tidur. Selang 10 menit kemudian mataku tak kunjung tidur, disinilah tiba-tiba aku ingat ibuku tadi yang masih tertidur. Aku tiba-tiba saja horny saat itu. Kulihat ibuku masih tidur dengan posisi tadi. Batinku berkecamuk luar biasa, dengan situasi seperti itu aku benar-benar ingin bersetubuh dengan ibu. Tapi logikaku masih berjalan, masih ada rasa was-was takut ibuku terbangun pada saat menggerayanginya.
Sebenarnya aku lebih merasa takut ketimbang horny, tapi sialnya lagi aku juga tak kuasa menghentikan laju nafsu dalam diriku. Aku masih berdiri dipintu kamarku dengan perasaan bimbang luar biasa. Aku berpikir akan lebih aman bila aku cukup onani saja dari dalam kamarku, namun aku juga butuh pengalaman yang lebih dari sekedar itu. Dalam perasaan was-was aku mulai mendekati ibuku. Rasanya ingin balik lagi ke kamar tapi kakiku seakan berat.
Perlahan sekali aku mengambil posisi tidur juga disebelah ibuku, menyamakan posisi tubuhku dengan ibuku. Aku diam dahulu, meyakinkan segalanya masih berjalan aman, sesekali aku melirik ke arah ibuku yang tertidur pulas disamping kiriku. Aku tidak serta merta menyentuh ibuku, tapi hal pertama yang aku lakukan adalah memasukkan tanganku kedalam celanaku sendiri dan mengelus perlahan penisku. Sampai disini saja rasanya sudah menggairahkan buatku. Kukocok pelan sekali penisku, sambil kutatap tubuh ibuku dari wajah hingga payudaranya.
Amat janggal rasanya buatku sebagai anak yang mengocok penis disamping ibuku sendiri, memang tidak seharusnya aku berbuat demikian namun aku juga menikmati sensasi aneh dalam diriku. Buat yang memiliki pengalaman yang sama denganku akan tahu bagaimana rasanya, antara was-was dan horny, ada rasa ingin segera menyudahi namun ada juga rasa ingin tetap bertahan. Pada akhirnya rasa ‘nanggung’ inilah yang mengalahkan segalanya.
Aku mulai merubah posisi tubuhku menyamping, dengan begini mataku tidak pegal lagi untuk lirik-lirik. Kulihat ibuku tertidur lumayan pulas, mulutnya agak terbuka dan nampak gigi depannya. Tiba-tiba aku merasa ingin sekali mencium bibirnya, aku mengangkat badanku dan mendekatkan wajahku pada wajah ibu. Kuamati terus sudut bibir serta rongga mulu dalamnya. Sebenarnya aku juga tetap mengawasi kelopak matanya, mana tau tiba-tiba ibuka terjaga. Maklum ruangan itu begitu redup dengan cahaya lilin, jadi aku harus ekstra waspada mengantisipasi bilamana ibu terbangun.
Kukumpulkan keberanian untuk merasakan sentuhan bibir dengan ibu, kuatur nafas sedemikian rupa supaya tidak terlalu menyapu wajahnya. Jantungku semakin memacu, perlahan kukeluarkan lidahku dan kusentuhkan pada bibir atas ibuku. Pelan sekali, aku bahkan agak menahan nafas sedikit supaya ibu tidak merasakan sentuhan lidahku di bibirnya. Dari bibir atas aku sentuh ke bibir bawahnya, aku sapu dengan lidahku kekanan dan ke kiri mengikuti garis bibirnya.
Sampai disini, ibuku masih tertidur bahkan tidak ada gerakan yang berarti sama sekali. Mengetahui hal tersebut aku jadi semakin berani saja, yang semula hanya sebatas bibir atas dan bawah kini lidahku kuarahkan ke giginya. Kembali aku gerakkan lidahku menelusuri antara giginya yang sedikit terbuka, aku coba dorong lidahku kedalam lagi untuk menggapai rongga mulutnya. Agak tertahan memang, tapi aku terus melakukan itu, kembali kudorong pelan lidahku sampai akhirnya lidahku menyentuh langsung lidah ibuku. Ada rasa semacam asam yang kurasakan, ini pasti rasa dari liur ibuku dilidahnya.
Situasi masih aman, meski takut ibu kalau terbangun aku tetap melanjutkannya. Kini kepalaku agak kuputar ke kanan demi ingin mendapatkan posisi berciuman yang sempurna. Aku masih menggunakan lidahku untuk menyapu pelan lidah ibuku didalam rongga mulutnya, kutekan lebih dalam lagi dan aku menutup mulut ibuku dengan mulutku. Aku tahan sebentar jaga-jaga jika ibu sampai terbangun. Kini aku dan ibuku sudah dalam posisi berciuman dengan lidahku menjulur didalam rongga mulut ibuku. Dengan posisi seperti ini otomatis produksi liurku juga meningkat dan membasahi mulut kami berdua.
Lama aku menikmati posisi berciuman ini, lalu aku rebahkan badanku disamping ibuku dengan posisi tengkurap kedua tanganku sebagai tumpuan dan tetap menjaga mulutku melumat bibir ibuku. Aku telusuri lidahku didalamnya, mencari cari sudut kenikmatan yang aku rasakan. Bagiku inilah ‘prestasi’ besar obsesiku dimana aku berhasil merasakan berciuman dengan ibuku meski dia dalam keadaan tertidur. Pengalaman berciuman yang belum pernah aku rasakan sebelumnya ini dengan cepat membuat aku orgasme, aku biarkan spermaku keluar membasahi celanaku, aku ingin menikmati benar adegan ini dan merasakan sensasi lebih dari sekedar yang aku bayangkan selama ini.
Setelah spermaku habis terkuras, aku angkat perlahan tubuhku. Kulihat mulut ibuku amat basah oleh liurku, wajar karena ada sekitar 15 menitan aku bertahan dalam posisi tersebut. Secara gaya gravitasi liurku akan ikut turun menetes menelusuri bibir, gigi, lidah serta rongga mulut ibuku. Setidaknya sekarang aku sudah tau bagaimana rasanya berciuman dengan ibuku, merasakan lidahnya di lidahku. Sungguh aku merasa sangat beruntung pada fase ini. Aku belum berpikir untuk mengulang kembali apa yang aku lakukan barusan, aku sudah cukup puas dengan pencapaianku kali ini, meski itu hanya sekedar berciuman. Namun ciuman yang akan aku ingat seumur hidupku. Ciuman gairah dari seorang anak untuk ibunya yang semestinya tidak dilakukan, dan sekali lagi aku beruntung sudah pernah merasakannya.
Bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar